Zero Accident

Zero Accident: Mitos atau Bisa Dicapai oleh Perusahaan?

Dalam dunia industri yang penuh dinamika, keselamatan kerja bukan lagi sekadar kewajiban, melainkan fondasi utama untuk keberlanjutan bisnis. Perusahaan banyak mengusung konsep “Zero Accident”—yaitu pencapaian nol kecelakaan kerja—sering kali menjadi target ambisius. Artikel ini akan mengupas kedua perspektif tersebut, dengan penekanan pada konteks perusahaan di Indonesia, di mana regulasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) semakin ketat di tengah tantangan pasca-pandemi. Oleh karena itu, melalui analisis mendalam, kita akan melihat bagaimana Zero Accident bisa menjadi lebih dari sekadar slogan.

Pengertian Zero Accident dan Dasar Hukumnya

Zero Accident adalah kondisi ideal di mana tidak ada insiden kecelakaan kerja yang terjadi, mulai dari cedera minor hingga yang fatal, dalam periode operasional tertentu. Konsep ini berakar pada pendekatan proaktif seperti Behavior-Based Safety (BBS) dan didukung oleh standar global seperti ISO 45001. Di Indonesia, fondasinya kuat melalui Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, serta Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5 Tahun 2018 yang menargetkan penurunan kecelakaan secara signifikan, bahkan hingga nol sebagai aspirasi jangka panjang.

Meski demikian, skeptis sering menyebut Zero Accident sebagai mitos. Faktor penyebabnya beragam: dari kesalahan manusia yang tak terhindarkan hingga kondisi eksternal seperti bencana alam atau kegagalan peralatan. Data Kementerian Ketenagakerjaan tahun 2023 mencatat lebih dari 120.000 kasus kecelakaan kerja, dengan sektor konstruksi dan manufaktur sebagai penyumbang terbesar. Selain itu, di era hybrid working pasca-pandemi, risiko psikososial seperti stres dan kelelahan emosional semakin memperumit upaya pencegahan. Para ahli mengatakan, target ini bisa menciptakan ekspektasi yang tidak realistis, yang justru menimbulkan rasa frustrasi jika gagal dicapai.

Mengapa Dianggap Mitos?

Pertama, elemen manusia tetap menjadi variabel utama. Manusia rentan terhadap kesalahan akibat faktor seperti kurangnya konsentrasi atau konflik interpersonal, terutama di lingkungan kerja Indonesia yang beragam budaya dan sering kali beroperasi 24/7.

Kedua, tantangan ekonomi dan sumber daya. Bagi Usaha Kecil Menengah (UKM)—yang mendominasi 60% ekonomi Indonesia—biaya untuk investasi teknologi keselamatan, seperti sistem pemantauan AI atau pelatihan berkala, sering kali terlalu mahal. Di tengah ketidakpastian ekonomi pasca-pandemi, prioritas lebih condong ke kelangsungan usaha daripada target ideal. Lebih lanjut, regulasi yang ada meskipun ketat, implementasinya tidak merata, terutama di daerah terpencil.

Perusahaan Dapat Mencapai Zero Accident: Strategi dan Contoh Sukses

Di sisi lain, perusahaan dapat mencapai Zero Accident yang bukanlah harapan belaka dengan pendekatan sistematis dan komitmen total. Bukti empiris datang dari perusahaan-perusahaan yang telah membuktikannya. Misalnya, Alcoa, raksasa aluminium global, berhasil mencapai jutaan jam kerja tanpa kecelakaan pada 1980-an melalui fokus pada budaya keselamatan yang CEO-nya pimpin. Di Indonesia, PT Semen Indonesia (sekarang SIG) telah mendekati target ini di pabrik-pabriknya dengan mengintegrasikan IoT untuk deteksi dini risiko, sehingga menurunkan insiden hingga 80% dalam lima tahun.

Bagaimana mewujudkannya? Mulai dari kepemimpinan yang kuat: Pimpinan harus menjadikan keselamatan sebagai prioritas nomor satu, dengan anggaran khusus dan audit rutin. Selanjutnya, melibatkan karyawan secara aktif melalui program seperti Safety Walkaround, di mana tim secara sukarela memeriksa lingkungan kerja. Studi dari International Labour Organization (ILO) menunjukkan bahwa partisipasi ini bisa mengurangi kecelakaan hingga 60%. Ketiga, adopsi teknologi modern: Penggunaan VR untuk simulasi bahaya dan drone untuk inspeksi di sektor pertambangan membuat pencegahan lebih efektif. Di Indonesia, perusahaan seperti Astra International telah menerapkan aplikasi mobile untuk pelaporan risiko real-time, yang terbukti menyelamatkan nyawa.

Tak lupa, integrasi K3 Psikososial menjadi kunci. Dengan mengelola stres melalui program wellness dan dukungan mental, perusahaan bisa meminimalkan kesalahan akibat faktor emosional. Oleh karena itu, bagi perusahaan Indonesia yang menghadapi hybrid working, Zero Accident adalah peluang untuk membangun tim yang resilien, di mana kesehatan mental pekerja menjadi investasi jangka panjang.

Kesimpulan: Dari Mitos Menuju Kenyataan

Perusahaan dapat mencapai Zero Accident yang bukan mitos mutlak dengan menerapkan strategi holistik, inovasi, dan kolaborasi. Meskipun faktor manusia dan keterbatasan anggaran nyata, contoh sukses global dan lokal membuktikan nol kecelakaan adalah kemungkinan dengan komitmen berkelanjutan. Bagi perusahaan di Indonesia, Zero Accident meningkatkan produktivitas, mengurangi biaya klaim, dan berkontribusi pada kemajuan nasional. Mari lakukan audit K3 internal, libatkan seluruh stakeholder, dan ingat, pekerja yang aman adalah pondasi utama bagi kesuksesan berkelanjutan. Dengan demikian, Zero Accident bisa bertransformasi dari visi menjadi pencapaian nyata.

INFORMASI JADWAL DAN PENDAFTARAN :

Contact person

(021) 2762-3629 / (021) 3529-6760 (Kantor safetra)
0818-8532-4943 (Marketing)
0813-8425-3270 (Alternatif)

Sosial Media ⇓

Website     : www.safetra.co.id
Youtube     : Safetra Indonesia
Instagram : PT Safetra Indonesia
Facebook  : PT Safetra Indonesia
Tiktok        : Safetra Indonesia
Twitter      : Media.Safetra

Safetra Training Center, Bintaro Sektor 9

Jalan Elang VIII Terusan No 11 Kecamatan Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan